Tewasnya 1.300 Jemaah Haji Tahun Lalu Jadi Peringatan, Arab Saudi Perkuat Mitigasi Panas Ekstrem untuk Haji 2025

Redaksi
3 Menit Baca
Jemaah Haji menggunakan payung untuk mengusir terik matahari di depan Kakbah, Masjidil Haram.

Mekkah, Arab Saudi – Tragedi tewasnya 1.300 jemaah haji akibat suhu panas ekstrem selama ibadah haji tahun lalu di Arab Saudi menjadi peringatan keras tentang pentingnya mitigasi bahaya cuaca panas. Dengan suhu yang mencapai 51,8 derajat Celsius di kota suci Mekkah, para analis menekankan bahwa perbaikan konsep pengelolaan massa dan infrastruktur pendingin adalah langkah krusial untuk mencegah terulangnya tragedi serupa.

Menurut pejabat Saudi, 83 persen dari korban jiwa adalah jemaah yang tidak memiliki visa haji resmi, sehingga mereka tidak dapat mengakses fasilitas seperti tenda ber-AC. Tingginya angka kematian ini menjadi contoh nyata dari dampak gelombang panas ekstrem, yang menurut Layanan Perubahan Iklim Copernicus, menjadikan tahun 2024 sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat.


Pelajaran dari Tragedi 2024

Abderrezak Bouchama, peneliti dari Pusat Penelitian Medis Internasional Raja Abdullah di Arab Saudi, menyatakan bahwa pemerintah Saudi telah belajar dari kesalahan tahun lalu. “Saya kira yang terutama adalah mengurangi risiko masuknya jemaah haji ilegal. Pemerintah pasti ingin menghindari terulangnya tragedi ini,” ujarnya.

Meskipun langkah-langkah mitigasi jangka panjang, seperti sensor pendeteksi panas, belum akan siap untuk haji tahun ini, Bouchama menekankan pentingnya peningkatan infrastruktur dan pengendalian massa“Pendingin udara adalah satu-satunya tindakan efektif untuk melindungi dari panas ekstrem,” tambahnya.


Tantangan Pengelolaan Massa

Ibadah haji, yang berlangsung selama lima hingga enam hari, sebagian besar dilakukan di luar ruangan. Karim Elgendy, peneliti di Chatham House, menyebut bahwa respons pemerintah Saudi di masa lalu biasanya fokus pada peningkatan infrastruktur dan pengendalian massa. “Kami memperkirakan untuk haji 2025, pemerintah akan memperbaiki infrastruktur pendingin dan menerapkan kontrol kapasitas yang lebih ketat,” ujarnya.

Namun, tantangan terbesar adalah mengelola jemaah haji ilegal yang masuk dengan visa wisataUmer Karim, pakar politik Saudi dari Universitas Birmingham, menyatakan bahwa penutupan titik masuk menuju Mekkah sangat sulit, sehingga otoritas Saudi harus bersiap menghadapi kedatangan jemaah ilegal lagi tahun ini. “Mereka perlu menyiapkan fasilitas pendinginan dan kesehatan darurat tidak hanya untuk jemaah terdaftar, tetapi juga untuk tambahan jemaah ilegal,” katanya.


Upaya Mitigasi yang Sudah Dilakukan

Arab Saudi sebenarnya telah melakukan berbagai upaya mitigasi panas jauh sebelum tragedi tahun lalu. Misalnya, Masjidil Haram di Mekkah telah dilengkapi dengan pendingin ruangan, dan jalur antara bukit Safa dan Marwa telah dilapisi bahan pendingin berwarna putih yang dapat mengurangi suhu aspal hingga 20 persen. Selain itu, relawan mendistribusikan air, payung, dan memberikan saran kepada jemaah tentang cara menghindari hipertermia.


Dampak Perubahan Iklim pada Ibadah Haji

Sebuah studi tahun 2019 yang diterbitkan dalam Geophysical Research Letters memprediksi bahwa akibat perubahan iklim, suhu panas ekstrem selama ibadah haji akan melampaui ambang batas bahaya pada periode 2047-2052 dan 2079-2086. Meskipun ibadah haji akan beralih ke musim dingin yang lebih sejuk dalam beberapa dekade mendatang, sifatnya hanya sementara.

Sumber : DW/rzn/hp (Agence France-Presse/AFP)

Bagikan Artikel Ini